Kampung Adat Suku Lio Nuaone Kelimutu Ende Flores
Kepala Suku Dusun Nuaone |
Beraneka ragam
arsitektur tradisional di Indonesia menandakan Indonesia memiliki seni budaya
yang luas dan berbeda satu sama lainnya. Salah satunya rumah tradisional Suku Ende Lio yang hadir dengan gaya yang
berbeda sesuai dengan kultur budaya dan alamnya. Suku Ende Lio berada di Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur. Penduduk asli orang Ende biasa disebut orang Lio. Suku Ende Lio merupakan suku tertua yang ada di pulau Flores, selain Suku Ende Lio ada juga Suku Ende yang garis keturunannya berasal dari Bugis. Mata Pencaharian masyarakat Lio-Ende sebagian besar adalah bertani dan nelayan. Karakteristik permukiman tradisional Suku Ende Lio memiliki kekhasannya tersendiri. Hal ini bisa dilihat dari pola permukimannya yang memiliki berbagai macam bentuk lansekap tradisional sesuai dengan karakter yang saling berkaitan dengan nilai-nilai budaya Suku Ende Lio
Permukiman Tradisonal Suku Lio Nuaone Desa Woloara merupakan bagian dari
permukiman Suku Ende Lio yang berada di Kabupaten Ende. Jarak Permukiman Adat
Tradisonal Suku Lio Nuaone Desa Woloara dari pusat Kota Ende Sekitar 48 km. Seperti permukiman Suku Ende Lio pada
umumnya, Dusun Nuaone sendiri merupakan desa yang masih menjaga adat istiadat
budaya Suku Ende Lio. Permukiman Adat Tradisonal Suku Lio Nuaone Desa Woloara
dipimpin oleh Dua MosaLaki (Kepala
Suku) dan dua Kopokasa (Wakil Kepala
Suku). Kepala Suku dan Kopokasa memegang peranannya masing-masing sesuai dengan
tugas yang diamanatkan turun temurun dari nenek moyang sebelumnya. Keempat
kepala Suku bertempat tinggal di Sao Ria
(rumah besar) masing-masing.
Permukiman Adat Tradisonal Suku Lio Nuaone Desa Woloara dulunya memiliki
berbagai macam bangunan mulai dari Sao
Ria (rumah besar), Sao Keda
(tempat musyawarah), Kanga (arena
lingkaran), Tubu Mbusu (tugu batu), Rate (kuburan) dan Kebo Ria (lumbung). Bangunan-bangunan adat yang ada sebagian sudah
mengalami perubahan dari bentuk fisiknya dan adapula yang sudah hilang akibat
kerusakan. Contohnya Sao Ria yang sudah menggunakan atap
seng. Selain perubahan dari bentuk fisiknya sebagian bangunan juga sudah mulai
rusak dimakan usia. Hal ini dapat dijumpai di permukiman dimana bangunan
tradisional Sao Ria yang dulunya
terdiri dari empat buah sekarang Cuma di jumpai satu bangunan itupun mengalmi
kerusakan yang sangat parah. Selain Sao
Ria adapula bangunan yang sekarang tidak dijumpai adalah Sao Keda (tempat musyawarah), Sao Bhaku (tempat pengimpanan tulang
belulang), Kebo Ria (lumbung).