Mbaru Niang, rumah kerucut suku Manggarai yang berada di desa Wae Rebo,
Flores, berhasil mendapatkan penghargaan UNESCO Asia-Pacific Awards
tahun 2012 yang diumumkan di Bangkok, 27 Agustus 2012.
Mbaru
Niang mendapatkan Award of Excellence, yang merupakan penghargaan
tertinggi dalam bidang pelestarian warisan budaya. Penghargaan ini
diberikan kepada proyek-proyek konservasi dalam sepuluh tahun terakhir
untuk bangunan yang telah berumur lebih dari lima puluh tahun.
Rumah tradisional ini berhasil mengalahkan 42 kandidat lainnya dari 11
negara di Asia Pasifik, antara lain sistem irigasi bersejarah di India,
kompleks Zhizhusi di Cina, dan Masjid Khilingrong di Pakistan.
Keberhasilan ini adalah lompatan yang mengejutkan, mengingat Wae Rebo
belum banyak dibicarakan hingga empat tahun yang lalu. Wae Rebo bisa
dibilang sebagai spesies langka. Tidak banyak tersisa rumah kerucut di
Flores, yang adalah rumah adat suku Manggarai. Tetapi ia juga bukan
sekedar bentuk. Penduduk setempat masih mempertahankan keutuhan tradisi
setempat, yang kemudian membuat bentuk menjadi berarti.
Desa
ini juga terpencil — orang harus menempuh perjalanan darat 5 jam dari
Labuan Bajo ke Desa Denge (tempat terakhir yang bisa diakses kendaraan)
kemudian menempuh 5 jam lagi berjalan kaki.
Adalah Yori Antar,
arsitek dari Jakarta, dan kawan-kawan pertama kali mengunjungi desa ini
di tahun 2008, tanpa tahu persis di mana desa ini berada. Bermodalkan
gambar di kartu pos, mereka menanyakan penduduk sekitar untuk
mengantarkan mereka ke desa ini. Tidak banyak yang mengetahui desa ini
sebelumnya, kecuali para wisatawan asing.
Ketika mereka sampai di
sana, penduduk setempat kaget. Alexander Ngandus, warga lokal desa ini
berkata, “Bagi masyarakat Wae Rebo, kehadiran mereka seperti bagian dari
kunjungan Presiden Republik Indonesia, karena baru sekali ini wisatawan
Indonesia masuk ke desa ini,” kata Alex saat saya temui di Wae Rebo
tahun 2010. Yori Antar dkk ternyata wisatawan pertama asal Indonesia.
Di Wae Rebo terdapat empat Mbaru Niang dengan ukuran
serupa, kecuali satu rumah yang
berperan sebagai rumah utama tempat segala pertemuan adat dilakukan
dengan ukuran lebih besar. Setiap rumahnya dihuni enam sampai delapan
keluarga. Dua rumah berada dalam kondisi yang rentan karena telah
berumur puluhan tahun. Sementara dalam sejarah mereka yang dituturkan
mulut ke mulut, pernah terdapat tujuh rumah kerucut yang posisinya
tersusun membentuk setengah lingkaran.
Melihat orisinalitas dan
kekayaan budaya dari Wae Rebo, Yori Antar lalu menginisiasi konservasi
kawasan ini lewat Rumah Asuh, gerakan yang ia gagas untuk melindungi
kekayaan warisan budaya Indonesia, terutama dalam bidang arsitektur. Ia
menyebutkan, “Kebudayaan yang hidup lebih penting ketimbang monumen yang
mati.”
Gagasan tersebut disambut baik oleh penduduk lokal.
Mereka lalu membuat tim yang melibatkan masyarakat setempat tanpa campur
tangan pihak luar. Rumah Asuh sebagai pelopor proyek, mengawasi
jalannya proses konservasi dan membantu pendanaan. Tahun 2010, dua rumah
kerucut yang sudah berumur tadi dibongkar dan dibangun kembali. Tahun
2011, tiga rumah kerucut dibangun, sehingga desa tersebut kembali punya
tujuh rumah kerucut. Semua itu dikerjakan dengan tenaga masyarakat
setempat.
Dalam keterangan resmi penghargaan UNESCO disebutkan,
keunggulan proyek pembangunan kembali Mbaru Niang terletak pada
keberhasilannya “mengayomi isu-isu konservasi dalam cakupan yang luas di
tataran lokal.”
Proyek ini, lanjutnya, menghadirkan
penyaluran pengetahuan atas bentuk arsitektur dan teknik membangun dari
generasi tua ke generasi yang lebih muda, serta membangun lingkungan
terbangun yang berkelanjutan, dengan mengedepankan semangat dan
kebanggaan komunitas.
Mohe Wae Rebo. Selamat atas keberhasilannya.
Komentar IPAI : Sebuah sikap yang harus kita tiru, walau kita cuma
bisanya sederhana aja tinggal memotret budaya daerah kita masing masing,
apa aja, trus kita abadikan di blog, atau catatan lain di internet
beserta keterangannya. Itu sudah merupakan tindakan dokumentasi untuk
anak cucu kita yang akan datang.
Artikel: Robin Hartanto.
Sumber Berita: Facebook
Senin, Juni 15, 2015
Beranda »
Arsitektur
,
Berita
,
NTT
,
Rumah Adat
,
Rumah Flores
» UNESCO Award of Excellence Rumah Adat di Desa Wae Rebo Flores
0 komentar:
Posting Komentar